Denpasar (Nuswantara) – Gubernur Bali, Wayan Koster didampingi Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Ny. Putri Suastini Koster dan Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra menyampaikan pidato Peluncuran Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125 di Panggung Ardha Candra, Taman Provinsi Bali tepat pada, Rahina Sugihan Bali, Jumat (Sukra Kliwon, Sungsang), 28 Juli 2023.
Pidato Murdaning Jagat Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini disaksikan secara langsung oleh para sulinggih, anggota DPR RI Dapil Bali, pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Bali, Anggota Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi Bali, Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota se-Bali, Ketua DPRD Kota/Kabupaten se-Bali pimpinan instansi vertikal di Bali, para tokoh adat, tokoh masyarakat di Bali, serta generasi muda Bali.
Gubernur Bali, Wayan Koster dalam pidatonya menguraikan Rumusan Bali Tempo Dulu, sebagai berikut. Bali Tempo Dulu atau Atita, menggambarkan kondisi alam, manusia, dan kebudayaan Bali mulai dari Masa Prasejarah, Masa Bali Kuno, Masa Bali Madya, Masa Penjajahan, sampai Indonesia Merdeka tahun 1945. Alam Bali Tempo Dulu, merupakan alam yang sangat indah berisi laut dengan pantai, danau, sungai, dan gunung serta pegunungan; gunung di hulu, dan pantai di hilir sehingga membentuk bentangan alam Nyegara-Gunung.
Tempo Dulu, alam Bali masih sangat bersih, asri, dan lestari, karena penduduk masih sedikit, kehidupan sangat tradisional dan alami, tidak ada pariwisata, dan tidak ada penggunaan pupuk kimia serta pestisida. Manusia Bali Tempo Dulu, memiliki jati diri, integritas, dan kualitas yang sangat unggul dan orisinil (genuine),
seperti rajin, ikatan kuat bermasyarakat, mengabdi, memiliki tekad sangat kuat, setia berjuang untuk suatu prinsip, ramah, loyal, hormat, jujur, pembela, disiplin, kreatif dan inovatif, berjiwa pemimpin, berpikir kritis, komunikatif, adaptif, dan berjiwa artistik.
Mpu Kuturan melalui Pesamuhan Agung 9 Sekte, yang diselenggarakan di Samuan Tiga, Bedulu, Gianyar. Subak yang dahulu disebut Pasuwakan, diperkirakan telah ada sejak dahulu sejaman dengan aesa adat, kemudian pada abad ke-8 dikembangkan oleh Ida Rsi Markandeya di Puakan, Desa Taro, Gianyar. Desa adat merupakan benteng untuk menjaga adat-istiadat, tradisi, seni-budaya, dan kearifan lokal; sedangkan Subak merupakan benteng sistem dan teknologi pertanian. (dea)