Jakarta (Nuswantara) – Tinggal di gunung maupun di pantai menjadi dambaan banyak orang; hidup damai, jauh dari ingar bingar perkotaan. Jika dibandingkan, lokasi mana yang bikin lebih awet muda?
Sejumlah ahli terdahulu sudah mengungkapkan pertanyaan semacam ini. Salah satunya dipecahkan oleh penggagas teori relativitas yaitu Albert Einstein.
Teori relativitas Einstein menjungkirbalikkan pemahaman manusia tentang alam semesta. Implikasi relativitas umum yang menghantui adalah waktu berlalu lebih cepat di luar Bumi daripada di Bumi.
Fenomena ini terjadi karena semakin dekat suatu objek dengan Bumi, semakin kuat dampak gravitasinya.
Karena relativitas umum menggambarkan gravitasi sebagai pelengkungan ruang dan waktu, walhasil waktu itu sendiri bergerak lebih lambat pada ketinggian yang lebih tinggi dan jarak yang lebih jauh dari Bumi, di mana pengaruh gravitasi lebih kecil.
Jadi, jika waktu dikaitkan dengan gravitasi, apakah itu berarti orang di puncak gunung menua lebih cepat daripada orang di permukaan laut?
Pembuktian jam atom
Fisikawan di Institut Standar dan Teknologi Nasional (NIST) di Boulder, Colorado James Chin-wen Chou, mengatakan waktu sebenarnya bergerak lebih lambat bagi semua benda yang lebih jauh dari medan gravitasi seperti Bumi.
Itu berarti orang-orang yang tinggal di dataran tinggi menua lebih cepat daripada mereka di permukaan laut.
“Gravitasi membuat kita menua lebih lambat, secara relatif,” kata Chou.
“Dibandingkan dengan seseorang yang tidak berada di dekat benda masif apa pun, kita menua lebih lambat dengan jumlah yang sangat kecil. Nyatanya, bagi seseorang, seluruh dunia di sekitar kita berkembang lebih lambat di bawah pengaruh gravitasi,” sambungnya.
Jika Anda duduk di puncak Gunung Everest yang tingginya 8.848 meter di atas permukaan laut selama 30 tahun, Anda akan menjadi 0,91 milidetik lebih tua daripada jika Anda menghabiskan 30 tahun yang sama di permukaan laut.
Demikian pula, jika anak kembar yang hidup di permukaan laut harus berpisah selama 30 tahun, dengan satu pindah ke Boulder, Colorado, setinggi 1.600 meter, kembaran yang tinggal di dataran tinggi akan lebih tua menjadi 0,17 milidetik dari saudara kembar mereka ketika mereka bersatu kembali.
Dalam sebuah eksperimen, para peneliti NIST menggunakan salah satu jam atom paling tepat di dunia untuk mendemonstrasikan waktu berjalan lebih cepat bahkan hanya 0,008 inci (0,2 milimeter) di atas permukaan bumi.
“Ini bukan sekadar perhitungan,” kata Tobias Bothwell, fisikawan di NIST dan salah satu penulis makalah tahun 2022 yang diterbitkan dalam jurnal Nature.
“Kami telah melihat perubahan detak jam pada jarak kira-kira selebar rambut manusia,” katanya kepada LiveScience.
Kunci untuk memahami mengapa benda masif beraksi berubah pada perjalanan waktu adalah mengenali bahwa “ruang-waktu ” itu bak permadani empat dimensi yang terjalin dari tiga koordinat ruang dan satu koordinat waktu.
“Apa pun yang memiliki massa memengaruhi ruang-waktu,” kata Andrew Norton profesor astrofisika di The Open University di Inggris kepada Live Science melalui email.
Di sekitar objek bermassa, “ruang-waktu terdistorsi, menghasilkan pembengkokan ruang dan pelebaran waktu.”
“Efeknya nyata dan terukur tetapi dapat diabaikan dalam situasi sehari-hari,” kata Norton.
Namun, jika menyangkut situasi non-sehari-hari, fenomena yang juga dikenal sebagai pelebaran waktu gravitasi bisa menjadi berantakan.
Menurut Norton, satelit GPS yang mengitari dunia pada ketinggian 20.186 kilometer perlu menyesuaikan fakta bahwa jam mereka berjalan 45,7 mikrodetik lebih cepat daripada jam di sini, selama 24 jam.
“Efek relativitas yang paling mendesak selama perjalanan waktu mungkin adalah keakuratan GPS,” kata Chou. (dea)